Memahami Kisah Detektif Swasta di Kehidupan Nyata

Memahami Kisah Detektif Swasta di Kehidupan Nyata

Memahami Kisah Detektif Swasta di Kehidupan Nyata –  Kisah film atau komik tentang detektif swasta ternyata ada dalam kehidupan yang nyata. Detektif swasta adalah seseorang yang dipekerjakan oleh klien untuk mencari sebuah informasi lalu turun ke lapangan untuk melakukan penyelidikan, analisa dan diolah menjadi sebuah bukti otentik dari informasi yang telah diperoleh untuk kemudian dilaporkan kepada klien. Pada umumnya investigator swasta juga berfungsi untuk mendeteksi adanya tindakan-tindakan penipuan baik itu penipuan partner bisnis ataupun kebohongan dari seorang pasangan.

Memahami Kisah Detektif Swasta di Kehidupan Nyata

Memahami Kisah Detektif Swasta di Kehidupan Nyata

 

Kelimpahan jasa detektif swasta saat ini tidak membuat Jack’s Angels merasa terancam, sebab setiap klien yang hendak menyewa detektif pasti akan melakukan riset pencarian detektif swasta yang paling dapat dipercaya.

Tips mengetahui jasa detektif swasta yang dapat dipercaya sangatlah gampang, hal tersebut disampaikan oleh detektif swasta Jack.

“Simpel kok, cari saja di google ketik detektif swasta, tapi jangan cuma berpatokan pada rating urutan peringkat website detektif di mesin pencari saja. Cari yang sudah sering diwawancarai media online maupun media televisi,” kata Jack Antoni, pemilik Detektif Jack’s Angels dalam keterangannya tertulis, baru-baru ini.

Privasi
Detektif swasta Jack’s Angels sejak awal sudah dikenal oleh masyarakat sebagai private investigator swasta yang berspesialisasi membantu klien untuk mencari bukti perselingkuhan dan cek latar belakang seseorang. Disebabkan kesuksesannya membongkar ratusan pencarian bukti perselingkuhan maka detektif swasta yang menghuni seluruh kota di Indonesia ini lebih populer dengan sebutan Detektif Perselingkuhan.

 

Baca Juga :Rekomendasi Sepatu Lari Lokal Terbaik 

 

Jack Antoni pria asal Bandung, 8 Agustus 1975 yang menjadi pelopor detektif swasta pertama kali di Indonesia. Manajemen private Investigator Jack’s Angels didirikan oleh Jack Antoni pada tahun 1997 dikenal oleh klien dari mulut ke mulut. Sampai akhirnya banyaknya tuntutan klien agar jasa detektif Jack’s Angels lebih mudah dijangkau orang. Maka tahun 2014 Biro investigasi swasta Jack’s Angels membuat website dengan nama detektifperselingkuhan.com, yang waktu itu berdomisili di kota Yogyakarta.

Menyelidiki
Sebelumnya, Jack Antoni punya hobinya yang suka menyelidiki apa pun yang menurutnya membuat penasaran. Sejak kecil Jack Antoni memulai penyelidikan buku temannya yang dicuri, akhirnya dapat ditemukan oleh Jack siapa pencurinya, dari sana Jack mulai dikenal oleh teman-temannya sebagai detektif Jack.

Kemudian berjalanlah waktu, hingga kepuasan Jack Antoni untuk meneliti dunia penyelidikan atau investigasi yang menjadikannya harus merantau ke kota besar dan kota yang Jack lalui saat itu adalah Bali.

Sebelumnya, Jack memang tidak memiliki keluarga, tapi bapak asuhnya dari negara Rusia yang kebetulan adalah seorang ekspatriat itu terus mendukung hobi Jack dengan membelikan buku-buku detektif versi bahasa Inggris dan dikirim langsung berbagai negara di luar negeri.

Jack’s skill in uncovering searches for infidelity evidence and Chek’s background check on a person made the clients who hire infidelity detective services more unstoppable by the day. Jack who was originally able to reveal a case solo, now had to form an investigative team present in every city in order to share his work because clients hiring Jack’s service are not coming from the Jakarta city alone.

Penyelidik
Jack’s Angels adalah julukan dari sang pembawa penyelidik swasta yaitu Jack’s seorang pemimpin yang bernama Jack Antoni dan Angels adalah julukan untuk anak buahnya laki-laki dan perempuan.

Detektif Jack’s Angels itu sendiri kerap membongkar kasus dari individu seperti kasus penyelidikan kejujuran calon pasangan, membantu kasus orang hilang termasuk mencari sanak saudara yang sudah lama menghilang.

Apart from that, Jasa Detektif Jack Angels also provides investigation abroad and detective agency Jack’s Angels also opens branches to big cities in Indonesia like, Bandung, Jakarta, Batam, Surabaya, Yogyakarta, Denpasar-Bali, Semarang, Manado, Medan, Makassar, Papua, Palembang, Bandar Lampung, and lombok.

To complete one case certainly takes a different amount of time, reflecting that each case must have a different motive and different handling as well, for example in the case of searching for evidence of infidelity, Detektif Jack’s Angels needed a week to complete it. In every case that Jack’s Angels handles, he never underestimated, since each case was really completed properly and must provide evidence to the client in a valid manner.

Is Profession of Private Detective Legal in Indonesia?
Layanan PI/swasta detektif ini diterapkan di berbagai bidang. Yang paling umum didengar oleh masyarakat umum biasanya adalah layanan detektif yang dipakai dalam masalah rumah tangga/pernikahan. Namun, di samping itu, detektif swasta ini juga memiliki yang menyediakan layanan terkait bisnis. Seperti membantu manajemen untuk mengumpulkan informasi dan data mengenai perusahaan terkait untuk kepentingan strategi bisnis atau menyelesaikan kasus-kasus pidana dalam perusahaan.

Untuk mengetahui apa aktivitas yang dilakukan oleh PI/detektif swasta, kita dapat melacak dari apa yang paling umum diminta oleh kliennya. Seorang PI yang menjalankan jasa permasalahan dalam perkawinan, seperti yang dianalisis dalam artikel Kisah Unik Detektif Swasta (1) dan Kisah Unik Detektif Swasta (2) dari situs Tabloid Nova, mengungkapkan bahwa klien selalu meminta bukti berupa foto, rekaman video, dan suara dalam bentuk softcopy dan hardcopy. If the case handled is that of divorce, then the evidence collected by PI/detektif swasta is usually utilized to submit a divorce lawsuit to the court.

f in getting these video recordings, PI/detektif swasta records secretly, then it must be observed whether or not this action is against the law.

\
Josua Sitompul, S.H., IMM in the article Bolehkah Merekam Suatu Peristiwa Secara Sembunyi-Sembunyi?. Menurut Josua, suara atau kejadian yang direkam dalam satu tape recorder atau kamera bukanlah data elektronik, bukan Informasi Elektronik dan bukan Dokumen Elektronik. Kamera atau tape recorder tersebut merekam kejadian atau suara dengan mengubahnya menjadi Informasi dan Dokumen Elektronik. Dengan perkataan lain suara yang diucapkan pada waktu kejadian masih belum termasuk dalam Informasi atau Dokumen Elektronik. Oleh karena itu, perekaman terhadap kejadian nyata secara langsung dengan menggunakan kamera yang dimaksud tidak termasuk dalam pelanggaran Pasal 31 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia belum ada aturan yang tegas apakah perekaman suara atau kejadian tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak atau cukup salah satu pihak saja. Sebagai contoh, apakah ketika seseorang menaruh kamera tersembunyi dalam baju atau berbentuk bros untuk merekam suara atau kejadian termasuk perekaman yang sah atau tidak? Oleh karena itu, terkait masalah hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa adanya persetujuan dari salah satu pihak sudah cukup menjadi dasar untuk melakukan perekaman yang dimaksud.

 

Baca Juga : Kisah Detektif Swasta Lokal Beserta Contohnya

2. Menyadap dan Merekam Pembicaraan Telepon

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU Telekomunikasi”) dengan tegas mengatur bahwa dilarang bagi orang untuk melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.Yang dimaksud penyadapan adalah aktivitas menghubungkan alat atau perangkat tambahan dengan jaringan telekomunikasi untuk tujuan memperoleh informasi dengan menggunakan metode yang tidak sah. Pada prinsipnya informasi yang ada pada seseorang adalah hak pribadi yang perlu dijamin sehingga penyadapan harus dilarang.
Ini berarti, bentuk penyadapan apapun yang dilakukan dengan cara memasang alat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk mendapatkan informasi dengan cara tidak sah, dilarang. Pihak yang melanggar ketentuan ini dihukum pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.[1]

Selanjutnya dalam UU Telekomunikasi diatur bahwa terdapat beberapa kegiatan perekaman yang tidak masuk dalam pelanggaran Pasal 40 UU Telekomunikasi yaitu antara lain sebagai berikut:[2]
a. Perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi dan perekaman informasi dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi.[3] Yang dimaksud dengan Rekaman informasi antara lain rekaman percakapan antar pihak yang bertelekomunikasi.[4]

b. Perekaman oleh penyelenggara jasa telekomunikasi atas:[5]

i. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu.

ii. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-undang yang berlaku.

Apakah jika tidak dipasang perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi, misalnya salah satu pihak yang pembicaraannya di telepon merekam pembicaraan (misal dengan recorder)? In principle, said Josua Sitompul, S.H., IMM, in the article Hukum Merekam Pembicaraan di Handphone, a communication conducted by two individuals via a communications medium is secret. That is, in principle, their communication will not be interrupted and will be dealt with as secret communication. At least there are two grounds for the communication not to be private or secret. First, the communication is not private or secret anymore because of the will or consent of the parties communicating. Kedua karena perintah yang bersifat berdasarkan undang-undang.

Selanjutnya Josua menjelaskan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia yang telaah, tidak ada ketentuan yang secara eksplisit melarang perekaman pembicaraan tanpa ada persetujuan dari semua pihak. Maksudnya, sesuai dengan konteks perbincangan ini, dalam sistem hukum Indonesia, memungkinkan seseorang dapat merekam pembicaraan melalui handphone dengan persetujuan salah satu pihak.
One-party consent merupakan perilaku yang diterima dalam masyarakat. Sebagai contoh, beberapa perusahaan khususnya dalam bagian layanan pelanggan (customer services) melakukan perekaman pembicaraan atara petugas layanan dan pelanggan dengan dasar bahwa perusahaan membutuhkan rekaman tersebut dalam meningkatkan kualitas layanan kepada pengguna atau pelanggan. Pemberitahuan bahwa pembicaraan tersebut direkam tidak diperlukan, tetapi sebaiknya dilakukan atas dasar etika.
Josua memberikan argumen bahwa ketika seseorang telah mengirimkan atau mentransmisikan informasi dari medianya dan telah masuk dalam media lawan bicaranya maka pengirim tidak memiliki kontrol lagi terhadap informasi yang telah dikirimkan. Informasi yang telah masuk dalam media si penerima akan berada dalam penguasaannya.

3. Memotret Target Secara Diam-Diam

Mengenai memotret orang yang dijadikan sasaran operasi, sebenarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang seseorang memotret orang lain. Yang diatur adalah orang yang menggunakan potret orang lain untuk kepentingan reklame atau periklanan komersial, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya.[6]

4. Memasuki Properti Orang Tanpa Izin

If that PI/private detective enters forcibly into the property (for example house) of the person who is targeted without the permission of the house owner (target), it can be penalized under Article 167 paragraph (1) of the Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
“Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lima sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
R. Soesilo in his book entitled Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, elucidates that the offense mentioned in this article is generally termed “huisvredebreuk” which is the violation of the right of freedom of the home.

Elaborated further, the act threatened with punishment in this article is:

1. By force against the right entering a house, closed room, etc.;

2. Dengan melawan hak berada di rumah, ruangan tertutup, dan sebagainya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak.